Dalam usia yang begitu muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia
ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir tapi anak yang
masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke
tanah jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan
kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.
Sewaktu berada di negeri Mesir
Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulam besar didaratan timur tengah.
Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah
leluhurnya yaitu Jawa ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.
Sering kali terjadi kerancuan antara
nama Fatahillah dengan Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati.
Orang menganggap Fatahillah dan Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang
benar adalah dua orang. Syarif Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang
penyebar Islam di Jawa Barat yang kemudian disebut Sunan Gunung Jati. Sedangkan
Fatahillah adalah seorang pemuda Pasai yang dikirim Sultan Trenggana membantu
Sunan Gunung Jati berperang melawan Portugis. Bukti bahwa Fatahillah bukan
Sunan Gunung Jati adalah makam dekat Sunan Gunung Jati yang ada tulisan Tubagus
Pasai adalah Fathullah atau Fatahillah atau Faletehan menurut Lidah Orang
Portugis......
Syarif Hidayatullah dan ibunya
Syarifah Muda’im datang ke negeri Caruban Larang Jawa Barat pada tahun 1475
sesudah mampir dahulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah pengalaman. Kedua
orang itu disambut gembira oleh Pangeran Cakrabuana dan keluarganya. Syekh
Datuk Kahfi sudah wafat, guru Pangeran Cakrabuana dan Syarifah Muda’im itu
dimakamkan di Pasambangan. Dengan alasan agar selalu dekat dengan makam
gurunya. Syarifah Muda’im minta diizinkan tinggal di Pasambangan atau Gunung
Jati.
Syarifah Muda’im dan puteranya
Syarif Hidayatullah meneruskan usaha Syekh Datuk Lahfi. Sehingga kemudian hari
Syarif Hidayatullah terkenal sebagai Sunan Gunung Jati. Tibalah saat yang
ditentukan, pangeran Cakrabuana menikahkan anaknya yaitu Nyi Pakungwati dengan
Syarif Hidayatullah. Selanjutnya yaitu pada tahun 1479 karena usia lanjut
pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaan negeri Caruban kepada Syarif
Hidayatullah dengan gelar Susuhan yaitu orang yang dijunjung tinggi.
Disebutkan, pada tahun pertama
pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi
kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tetapi
tidak mau. Meski Prabu Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi
cucunya menyiarkan agama Islam di wilayah Pajajaran.
Syarif Hidayatullah kemudian
melanjutkan perjalanannya ke Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam
dikarenakan banyaknya saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke
tempat itu. Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut baik oleh Adipati Banten.
Bahkan Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan puteri Adipati Banten yang bernama
Nyi Kawungten. Dari perkawinannya inilah kemudian Syarif Hidayatullah
dikaruniai dua orang putera yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingking.
Dalam menyebarkan agama Islam di tanah jawa, Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati tidak bekerja sendirian, beliau sering bermusyawarah dengan anggota
para wali lainnya di mesjid Demak. Bahkan disebutkan beliau juga membantu
berdirinya mesjid Demak.
Dari pergaulannya dengan Sultan
Demak dan para wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan
Kesultanan Pakungwati dan ia memploklamirkan diri sebagai raja yang pertama
dengan gelar Sultan. Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi
mengirim upeti kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh.
Dengan bergabungnya prajurit dan
perwira pilihan ke Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan
Pakungwati. Daerah-daerah lain seperti: Surakanta, Japura, Wanagiri, Telaga dan
lain-lain menyatakan diri menjadi wilayah Keslutanan Cirebon. Lebih-lebih
dengan diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah Kasultanan
Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan.
Diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin
dengan pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka
jalinan antara Cirebon dan negeri Cina makin erat.
Bahkan Sunan Gunung Jati pernah
diundang ke negeri Cina dan kawin dengan puteri Kaisar Cina bernama puteri Ong
Tien. Kaisar Cina pada saat itu dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan
perkawinan itu sang Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan
negeri Cina, hal ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan
dalam dunia perdagangan.
Sesudah kawin dengan Sunan Gunung
Jati, puteri Ong Tien diganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar
ayah puteri Ong Tien ini membekali puterinya dengan harta benda yang tidak
sedikit. Sebagian besar barang-barang peninggalan puteri Ong Tien yang dibawa
dari negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang
aman. Istana dan Mesjid Cirebon kemudian dihiasi lagi dengan motif-motif hiasan
dinding dari negeri Cina.
Mesjid Agung Sang Ciptarasa dibangun
pada tahun 1980 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau isteri Sunan Gunung
Jati. Dari pembangunan mesjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali
Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan
itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai
lambang persatuan umat. Selesai membangun mesjid, diteruskan dengan membangun
jalan raya yang menhubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya
untuk memperluas pengembangan Islam diseluruh tanah pasundan. Prabu Siliwangi
hanya bisa menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas
itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah semakin terhimpit.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah,
hatinya marah sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu
undangan menertawakan kekonyolan itu, diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono
ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis itu adalah puteri gurunya.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh
bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin memperluas kekuasaannya ke pulau jawa.
Pelabuhan sunda kelapa yang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku
penjajahan. Demak Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan nusantara.
Oleh karena itu Raden Patah mengirim adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor
untuk menyerang Portugis di Malaka. Ada salah seorang pejuang Malaka yang ikut
ke tanah jawa yaitu Fatahillah. Ia bermaksud meneruskan perjuangannya di tanah
jawa. Dan dimasa Sultan Trenggana ia diangkat menjadi panglima perang.
Pengalaman adalah guru yang terbaik,
dari pengalamannya bertempur di Malaka tahulah Fatahillah titik-titik lemah
tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat memberi komando dengan
tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya
Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedang tentara
Pajajaran cerai berai tak menentuk arahnya.
Selanjutnya Fatahillah ditugaskan
mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan
Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu putera
Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran Sebakingking. Dikemudian hari Pangeran
Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.
Kurang lebih sekitar tahun 1479,
Sunan Gunung Jati pergi ke daratan Cina dan tinggal didaerah Nan King. Di sana
ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Daratan Cina sejak lama dikenal
sebagai gudangnya ilmu pengobatan, maka disanalah Sunan Gunung Jati juga
berdakwah dengan jalan memanfaatkan ilmu pengobatan. Beliau menguasai ilmu pengobatan
tradisional. Disamping itu , pada setiap gerakan fisik dari ibadah Sholat
sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur, terutama
bila seseorang mau mendirikan Sholat dengan baik, benar lengkap dengan amalan
sunah dan tuma’ninahnya. Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak makan
daging babi yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan sholat lima waktu,
maka orang yang berobat kepada Sunan Gunung Jati banyak yang sembuh sehingga
nama Gunung Jati menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri naga itu Sunan Gunung Jati
berkenalan dengan Jenderal Ceng Ho dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan,
serta Feis Hsin, ketiga orang ini sudah masuk Islam. Pada suatu ketika Sunan
Gunung Jati berkunjung ke hadapan kaisar Hong Gie, pengganti kaisar Yung Lo
dengan puteri kaisar yang bernama Ong Tien. Menurut versi lain yang mirip
sebuah legenda, sebenarnya kedatangan Sunan Gunung Jati di negeri Cina adalah
karena tidak sengaja. Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan sholat
tahajjud. Beliau hendak sholat di rumah tetapi tidak khusu’ lalu beliau sholat
di mesjid, di mesjid juga belum khusu’. Beliau heran padahal bagi para wali,
sholat tahajjud itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Kemudian Sunan Gunung Jati sholat diatas perahu dengan khusu’.
Bahkan dapat tidur dengan nyenyak setelah sholat dan berdo’a.
Ketika beliau terbangun beliau
merasa kaget. Daratan pulau jawa tidak nampak lagi. Tanpa sepengetahuannya
beliau telah dihanyutkan ombak hingga sampai ke negeri Cina. Di negeri Cina
beliau membuka praktek pengobatan. Pendudu Cina yang berobat disuruhnya
melaksanakan sholat. Setelah mengerjakan sholat mereka sembuh. Makin hari
namanya makin terkenal, beliau dianggap sebagai sinshe yang berkepandaian
tinggi terdengar oleh kaisar. Sunan Gunung Jati dipanggil keistana, kaisar
hendak menguji kepandaian Sunan Gunung Jati sebagai tabib dia pasti dapat
mengetahui mana seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua orang puteri kaisar disuruh
maju. Seorang diantara mereka sudah bersuami dan sedang hamil muda atau baru
dua bulan. Sedang yang seorang lagi masih perawan namun perutnya diganjal
dengan bantal sehingga nampak seperti orang hamil. Sementara yang benar-benar
hamil perutnya masih kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum
hamil. Hai tabib asing, mana diantara puteriku yang hamil? Tanya kaisar.
Sunan Gunung Jati diam sejenak. Ia
berdoa kepada Tuhan.
Hai orang asing mengapa kau diam?
Cepat kau jawab! Teriak kaisar Cina.
Dia! Jawab Sunan Gunung Jati sembari
menunjuk puteri Ong Tien yang masih Perawan. Kaisar tertawa terbahak-bahak
mendengar jawaban itu. Demikiann pula seluruh balairung istana kaisar.
Namun kemudian tawa mereka terhenti,
karena puteri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutya.
Ayah! Saya benar-benar hamil.
Maka gemparlah seisi istana.
Ternyata bantal diperut Ong Tien telah lenyap entah kemana. Sementara perut
puteri cantik itu benar-benar membesar seperti orang hamil.
Kaisar menjadi murka. Sunan Gunung
Jati diusir dari daratan Cina. Sunan Gunung Jati menurut, hari itu juga ia
pamit pulau ke pulau jawa. Namun puteri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta
kepada Sunan Gunung Jati maka dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan
menyusul Sunan Gunung Jati ke pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan
puterinya menyusul Sunan Gunung Jati ke pulau Jawa. Puteri Ong Tien dibekali
harta benda dan barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas dan
permata. Puteri cantik itu dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai
Li bang seorang menteri negara. Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang
adalah salah seorang murid Sunan Gunung Jati tatkala beliau berdakwah di Cina.
Dalam pelayarannya ke pulau jawa,
mereka singgah di kadipaten Sriwijaya. Begitu mereka datang para penduduk
menyambutnya dengan meriah sekali. Mereka merasa heran.
Ada apa ini? Pai Li Bang bertanya
kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya.
Siapa yang bernama Pai Li Bang?
Saya sendiri, jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang digotong penduduk
diatas tandu. Dielu-elukan sebagai pemimpin besar. Dia dibawa ke istana
Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk dikursi Adipati, Pai
Li Bang bertanya, sebenarnya apa yang terjadi?
Tetua masyarakat itu menerangkan. Bahwa
adipati Ario Damar selaku pemegang kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia.
Penduduk merasa bingung mencari penggantinya, karena putera Ario Damar sudah
menetap di Pulau Jawa. Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan.
Dalam kebingungan itulah muncul
Sunan Gunung Jati, beliau berpesan bahwa sebentar lagi akan datang rombongan
muridnya dari negeri Cina, namanya Pai Li Bang. Muridnya itulah yang pantas
menjadi pengganti Ario Damar. Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara
di negeri Cina.
Setelah berpesan begitu Sunan Gunung
Jati meneruskan pelayarannya ke pulau jawa. Pai Li Bang memang muridnya. Dia
semakin kagum dengan gurunya yang ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu
kalau dia bakal menyusul ke pulau jawa. Pai Li Bang tidak menolak keinginan gurunya,
dia bersedia menjadi adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya Sriwijaya maju
pesat sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman. Setelah Pai Li Bang
meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti menjadi nama kadipaten
Pai Li Bang, dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang
Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal dengan sebutan
Palembang hingga sekarang.
Sementara itu puteri Ong Tien
meneruskan pelayarannya hingga ke pulau jawa. Sampai di Cirebon dia mencari Sunan
Gunung Jati, tapi Sunan Gunung Jati sedang berada di Luragung. Puteri itupun
menyusulnya. Pernikahan antara puteri Ong Tien denga Sunan Gunung Jati terjadi
pada tahun 1481, tapi sayang pada tahun 1485 puteri Ong Tien meninggal dunia.
Maka jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon jangan lah
merasa heran disana banyak ornamen cina dan nuansa cina lainnya. Memang ornamen
dan barang-barang antik itu berasal dari cina.
Wali songo selalu bermusyawarah
apabila menghadapi suatu masalah pelik yang berkembang di masyarakat. Termasuk
kebijakan dakwah yang mereka lakukan kepada masyarakat jawa.
Mula-mula sunan Ampel tidak setuju atas cara dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Namun Sunan Kudus mengajukan pedapatnya. Saya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih bisa diarahkan kepada
agama tauhid maka kita akan memberikannya warna Islami. Sedang adat dan
kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus ke arah kemusyrikan kita tinggal
sama sekali. Sebagai misal, gamelan dan wayang kulit, kita bisa memberinya
warna Islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang kekuatiran kanjeng
Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa dibelakang hari akan ada orang yang
menyempurnakannya.
Adanya dua pendapat yang seakan
bertentangan tersbut sebanarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan
Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar Islam cepat diterima oleh orang jawa, dan
ini terbukti, dikarenakan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat
lama yang dapat ditolerir Islam maka penduduk jawa banyak yang
berbondong-bondong masuk agama Islam. Pada prinsipnya mereka mau menerima Islam
dengan lebih dahulu dan sedikit demi sedikit kemudian mereka akan diberi
pengertian akan kebersihan tauhid dalam iman mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar